Mungkin istilah plagiarisme masih belum biasa di telinga kita,
tetapi sesungguhnya kita sering melakukan plagiarisme sejak berada di sekolah
dasar. Plagiarisme sekarang sudah menjadi masalah sosial bagi seluruh kalangan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Plagiarisme adalah penjiplakan yang melanggar hak cipta, yaitu hak
seseorang atas hasil penemuannya yang dilindungi oleh undang-undang. Atau
menurut Adi Mihadja (2005) adalah pencurian dan penggunaan gagasan atau tulisan
orang lain (tanpa cara-cara yang sah) dan diakuinya sebagai milik sendiri.
Plagiarisme juga dikenal dengan sebutan plagiat (Rosyidi, 2007). Contoh kecil
plagiarisme saat kita duduk di bangku sekolah menengah ialah menyalin sebuah
makalah tanpa mencantumkan sumber dan mengakui bahwa makalah tersebut merupakan
ide sendiri.
Permasalahannya plagiarisme sering
dilakukan tanpa adanya larangan dari pihak guru maupun pengajar pada saat
sekolah. Guru hanya menilai apa yang tersaji di kertas tanpa mempertanyakan
sumber dari isi tersebut, dan siswa pun melakukan plagiarisme hanya untuk
mencapai nilai yang tinggi. Bahkan diberbagai tempat siswa di dorong untuk
menyalin tanpa mencantumkan sumber. Hal ini terus di pupuk hingga terbawa ke
bangku perkuliahan. Namun, dalam kebudayaan akademik,
ada tradisi untuk menghormati hak pemilikan terhadap gagasan. Mahasiswa
dituntut untuk menghormati hasil karya orang lain dan menghargai hasil tulisan
orang lain dengan cara mencantumkan sumber. Sebagian orang malu untuk
mencantumkan sumber karena mereka merasa sumber yang mereka miliki tidak pantas
di cantumkan, ini biasanya terjadi pada saat membuat tesis dan disertasi. Hal
ini tidak hanya berlaku pada mahasiswa tetapi banyak dosen juga melakukan hal
tersebut.
Sebenarnya untuk menghindari plagiarisme itu tidak terlalu sulit, ada pengetahuan atau
teknik-teknik tertentu yang dapat dikuasai mahasiswa agar terhindar dari
tuduhan melakukan plagiarisme.
Teknik-teknik seperti mengutip dan melakukan parafrase dapat digunakan atau
dengan mencantumkan sumber di akhir karya tulis dapat menghindarkan kita dari
plagiarisme.
Lebih baik mencegah daripada mengobati, istilah ini
sangat tepat dalam kasus plagiarisme. Jika sejak duduk di sekolah dasar kita di
tekankan akan pentingnya sebuah ide yang muncul dari diri sendiri maka tindakan
plagiarisme akan sangat jarang kita temui. Kita sudah terlalu lama membiasakan
diri dengan menyalin atau mencaplok ide orang lain. Mulai dari sekolah dasar
kita tidak di beri sanksi yang berat jika kita mencontek atau menyalin tugas teman.
Dan sudah sejak taman kanak-kanak kita di biasakan dengan anggapan nilai baik
adalah karena yang kita hasilkan baik. Sehingga banyak orang yang mencontek
hanya untuk mencapai nilai yang bagus. Budaya inilah yang seharusnya
dihilangkan. Pengajar pun seharusnya lebih menghargai ide dan tidak asal
memberi nilai bagus tetapi juga harus meneliti darimana karya itu dihasilkan.
Plagiarisme harus dihindari karena sebuah ide itu
sangat berharga bagi penulisnya, melakukan plagiarisme juga tidak baik hasilnya
bagi kita sendiri. Dan ada baiknya sosialisai tentang plagiarisme telah
dilakukan sejak dini.
Sumber:
http://edukasi.kompasiana.com/2012/03/28/5-jenis-plagiarisme/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar