Malam itu
aku terlalu sibuk dengan duniaku, mengetik berderet kode tugas yang deadlinenya
tinggal beberapa jam lagi. Hanya sekedar mengiriminya pesan singkat pun aku tak
sempat. Tugas ini benar-benar membajak habis waktuku, bahkan untuk sekedar
melihat bintang favoritku pun aku tak punya waktu.
“Seru
banget nugasnya. Jalan yuk”
Dia datang,
hanya berselang 30 menit saat terakhir dia menelponku. Dia memang sering sekali
mengagetkanku, hanya sekedar menemaniku makan atau jalan-jalan dibawah sinar
rembulan. Dia, dia lelaki blasteran Aceh-Padang yang telah berhasil mencuri
hati kecilku. Hari ini dia mengajakku duduk di taman kota, tempat favoritku
menghabiskan malam. Ditemani segelas susu cokelat kesukaanku kami larut dalam
canda tawa, memandangi langit dan larut dalam dunia yang dia ciptakan hanya
untukku.
“Kamu tau
kenapa aku memilihmu?”
“Itu 1
hal yang aku ga pernah tau ra, kamu harus cerita”
“Aku
punya beberapa jawaban”
“Apa?”
“Kamu
tegas, kamu sabar, dan banyak lagi. Kalau aku cerita seharian pun belum tentu
selesai”
Dia
tersenyum manis sekali, senyuman khasnya yang selalu aku rindukan setiap saat.
Dia menatap mataku dalam, senyumnya kembali merekah. Garis lengkung sempurna
ciptaan Tuhan yang selalu aku kagumi.
“Aku
memilihmu karna cuma kamu perempuan yang mengambil tulang rusukku”
Hanya
beberapa kata dari bibir indahnya itu yang meyakinkan aku dan mengabaikan si
penulis itu. Ku abaikan banyak orang hanya untuk melihat senyuman indahnya.
Senyum lembut yang dianugerahkan Tuhan padanya. Aku telah mencuri tulang rusuk
mahluk Tuhan ini, dan hanya aku pencurinya. Malam semakin larut, menyisakan
ribuan bintang disana yang sekarang sedang menjadi saksi terbentuknya kata “kita”.
Kita yang terbentuk dari sepasang mahluk Tuhan yang diikat takdir.
“I wanna
grow old with you ra"
Lagi-lagi
aku tersipu dibuat lelaki ekstrovert ini, lelaki yang ku curi rusuknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar