Minggu, 25 Mei 2014

Pentingnya Peran dan Kreativitas Mahasiswa: Karena Indonesia Butuh Kamu

Pentingnya Peran dan Kreativitas Mahasiswa: Karena Indonesia Butuh Kamu
Ditulis oleh : Dara Intan Noersaif, 1206208132

            Seperti yang kita tahu 10 tahun lalu tepatnya pertengahan tahun 1997, Indonesia pernah menghadapi krisis moneter yang berdampak pada taraf hidup rakyat Indonesia yang merosot tajam. Pertumbuhan ekonomi Indonesia berhenti dan laju inflasi meningkat tak terkendali yang mengakibatkan jumlah penduduk miskin dan pengangguran meningkat pesat. Bahkan pada tahun 2013 Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan angka penganguraan di Indonesia sudah menyentuh 7,39 juta jiwa, angka ini menjadi bukti bahwa langkah reformasi ekonomi guna untuk memulihan ekonomi dan kesejahteraan rakyat yang diambil pemerintah pada tahun 1997-1999 dan pengambilan kebijakan baru terkait kesejahteraan rakyat berjalan sangat amat lambat.
            Krisis moneter yang melanda Indonesia sejak awal Juli 1997, sementara ini telah berlangsung hampir dua tahun dan telah berubah menjadi krisis ekonomi, yakni lumpuhnya kegiatan ekonomi karena semakin banyak perusahaan yang tutup dan meningkatnya jumlah pekerja yang menganggur. Memang krisis ini tidak seluruhnya disebabkan karena terjadinya krisis moneter saja, karena sebagian diperberat oleh berbagai musibah nasional yang datang secara bertubi-tubi di tengah kesulitan ekonomi seperti kegagalan panen padi di banyak tempat karena musim kering yang panjang dan terparah selama 50 tahun terakhir, hama, kebakaran hutan secara besar-besaran di Kalimantan dan peristiwa kerusuhan yang melanda banyak kota pada pertengahan Mei 1998 lalu dan kelanjutannya. Krisis moneter ini terjadi, meskipun fundamental ekonomi Indonesia di masa lalu dipandang cukup kuat dan disanjung-sanjung oleh Bank Dunia (lihat World Bank: Bab 2 dan Hollinger). Yang dimaksud dengan fundamental ekonomi yang kuat adalah pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, laju inflasi terkendali, tingkat pengangguran relatif rendah, neraca pembayaran secara keseluruhan masih surplus meskipun defisit neraca berjalan cenderung membesar namun jumlahnya masih terkendali, cadangan devisa masih cukup besar, realisasi anggaran pemerintah masih menunjukkan sedikit surplus. Lihat Tabel. Namun di balik ini terdapat beberapa kelemahan struktural seperti peraturan perdagangan domestik yang kaku dan berlarut-larut, monopoli impor yang menyebabkan kegiatan ekonomi tidak efisien dan kompetitif. Pada saat yang bersamaan kurangnya transparansi dan kurangnya data menimbulkan ketidak pastian sehingga masuk dana luar negeri dalam jumlah besar melalui sistim perbankan yang lemah. Sektor swasta banyak meminjam dana dari luar negeri yang sebagian besar tidak di hedge. Dengan terjadinya krisis moneter, terjadi juga krisis kepercayaan. (Bandingkan juga IMF, 1997: 1). Namun semua kelemahan ini masih mampu ditampung oleh perekonomian nasional. Yang terjadi adalah, mendadak datang badai yang sangat besar, yang tidak mampu dibendung oleh tembok penahan yang ada,yang selama bertahun-tahun telah mampu menahan berbagai terpaan gelombang yang datang mengancam.
            Krisis ekonomi yang pernah dialami Indonesia ini merupakan cermin nyata lemahnya penyelenggaraan ekonomi nasional. Lemahnya sistem ekonomi Indonesia menimbulkan berbagai kesenjangan sosial dan maraknya korupsi. Ditambah lagi kurang meratanya pembangunan nasional yang menimbulkan kesenjangan pertumbuhan antara perkotaan dan pedesaan. Kesenjangan ini juga terjadi antara bagian barat dan timur Indonesia, permasalahan ini membuat gejolak sosial sangat mudah terjadi. Terlalu banyak permasalahan yang terjadi di Indonesia juga merupakan salah satu penyebab perekonomian Indonesia jalan ditempat. Sementara pada masa mendatang pembangunan ekonomi Indonesia harus menghadapi persoalan baru yaitu globalisasi.
            Globalisasi merupakan tantangan besar bagi kita semua, terutama bagi kita pemuda Indonesia. Globalisasi menyadarkan bahwa kita adalah warga dunia secara keseluruhan (Roberteson, 1992). Kata globalisasi berasal dari kata “global” dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, berarti secara keseluruhan. Globalisasi berarti suatu proses yang mencangkup secara keseluruhan dalam berbagai bidang kehidupan sehingga tidak lagi adanya batas-batas yang mengikat secara nyata. Globalisasi dalam arti literal adalah sebuah perubahan sosial berupa, berupa bertambahnya keterkaitan di antara masyarakat dan elemen-elemennya yang terjadi akibat transkulturasi dan perkembangan teknologi dibidang ransportasi dan komunikasi yang memfasilitasi pertukaran budaya dan ekonomi internasional. Menurut Anthony Giddens, globalisasi merupakan satu kekuatan sosial dunia yang mempengaruhi sektor kehidupan manusia dari aspek ekonomi sampai sektor pribadi. Sedangkan menurut Kamus Dewan globalisasi didefinisikan sebagai fenomena yang menjadikan dunia mengecil dari segi perhubungan manusia disebabkan kepantasan perkembangan teknologi maklumat. Manakala orang barat mentakrifkan globalisasi sebagai satu proses kehidupan yang serba luas dan infiniti merangkumi segala aspek kehidupan seperti politik, sosial, dan ekonomi yang boleh dirasai oleh seluruh manusia dunia ini. Ini bermakna segala-galanya menjadi milik bersama dalam konsep dunia tanpa sempadan.
Apabila ditelusuri lebih jauh, benih-benih globalisasi telah tumbuh ketika manusia mulai mengenal perdagangan antar negeri sekitar tahun 1000 Masehi dan 1500 Masehi. Pada saat itu para pedagang dari tiongkok dan india mulai menelusiri negeri lain baik melalui jalan darat (seperti jalur sutera) maupun jalur laut untuk berdagang. Di Indonesia globalisasi telah terjadi sejak abad ke 19, yaitu sejak adanya kontak dagang kerajaan-kerajaan di nusantara dengan para pedagang Eropa yang berakhir pada penjajahan Indonesia di masa lampau.
            Globalisasi sebenarnya netral, tergantung kita menilainya baik positif maupun negatif. Globalisasi dapat dinilai sebagai sesuatu yang positif karena membuka peluang besar dalam bermain dipasar global. Namun globalisasi sendiri dapat menjadi serangan balik umat manusia (Richard Branson, 2000), hal ini terjadi di banyak negara berkembang termasuk Indonesia. Menurut Wijianto (2005) pemikiran mengenai baik-buruknya globalisasi secara umum dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu sebagian besar negara dapat menerima dan mendukung dengan baik globalisasi, kelompok ini beranggapan bahwa globalisasi merupakan jalan keluar untuk memperbaiki perekonomian dan kesejahteraan rakyat di dunia ini. Sebagian bersikap kritis dan menolak globalisasi, kelompok ini beranggapan bahwa globalisasi dianggap sebagai bentuk penjajahan dari negara-negara maju terhadap negara-negara berkembang dan miskin. Dengan adanya globalisasi semakin meningkatkan kemiskinan dan ketidakadilan bagi masyarakat. Sebagian yang lain menerima globalisasi sebagai sebuah keniscayaan akibat begitu kuatnya dampak buruk yang ditimbulkan oleh globalisasi. Untuk menghadapi globalisasi tidak hanya dibutuhkan teknologi, inovasi dan keterampilan semata, karakter yang kuat juga sangat dibutuhkan.
            Indonesia merupakan suatu negara dengan penduduk terbesar di dunia. Indonesia merupakan negara aggraris dengan total penduduk 237,6 juta jiwa berdasarkan sensus penduduk  2010 dengan pertumbuhan penduduk rata – rata 1,98% per tahun  tentu saja hal ini menyebabkan tingkat konsumsi penduduk Indonesia cukup tinggi setiap tahun. Indonesia menjadi negara ke-empat negara berpendudukan terbanyak didunia. Karena alasan ini Indonesia menjadi pasar global yang banyak di incar negara luar, sayangnya Indonesia sendiri belum siap menghadapi globalisasi. Kurangnya sumber daya manusia (SDM), kurangnya infrastruktur dan bobroknya sistem perekonomian nasional Indonesia merupakan faktor utama yang membuat Indonesia tidak siap menghadapi globalisasi.
            Untuk menghadapi globalisasi Indonesia harus menjalankan beberapa kebijakan, antara lain peningkatan SDM, pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan, membuka jalur perdagangan dunia melalui kebijakan peningkatan investasi dan ekspor, pengembangan akses permodalan dan tentu saja keseimbangan dengan alam. Namun yang harusnya menjadi perhatian utama adalah peningkatan SDM, menurut kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (kemendikbud) SDM yang mampu menghadapi pasar global di Indonesia hanya sekitar 30%. Berdasarkan hasil survey pertumbuhan daya saing Asia oleh World Economic Forum (WEF) peringkat Indonesia terus menurun. Sementara dari hasil pemeringkatan Standard and Poor yang mengindikasikan kemudahan berbisnis, Indonesia hanya menempati peringkat 131 dari 175 negara. Hasil ini tentunya sangat berbanding terbalik untuk memenuhi persiapan Indonesia dalam menghadapi kompetensi global.
            Solusinya, Indonesia harus mengubah paradigma pola berpikir lagi dari pemerintah sebagai poros ekonomi ke pola baru yaitu pemberdayaan masyarakat sebagai poros ekonomi. Pemberdayaan disini berarti membuat masyarakat mengambil andil dalam pembangunan nasional, masyarakat menjadi lebih produktif dan inovatif untuk memenuhi permintaan pasar global. Dengan adanya kebijakan baru masyarakat jadi bisa berkontribusi lagsung dan juga memiliki kesadaran lebih akan pentingnya peran masyarakat. Dengan sistem yang baru diharapkan permasalahan korupsi di Indonesia akan ditekan habis karena perekonomian tidak lagi bergantung pada pemerintah, tetapi langsung pada masyarakat.
            Untuk menerapkan sistem baru ini Indonesia butuh masyarakat yang berkompeten dan mampu bersaing di global. Untuk mencapai masyarakat yang berkompeten, harus dilakukan peningkatan SDM dengan cara membentuk karakter masyarakat. Pembentukan karakter dapat dimulai pada mahasiswa. Mengapa mahasiswa? Karena mahasiswa memiliki peran utama melaksanakan dalam merekonstruksi bangsa, mahasiswa juga memiliki tanggung jawab besar dalam mengembalikan stabilitas perekonomian Indonesia dan juga membawa perubahan terhadap bangsa dan negara. Perubahan ini bersifat positif karena mengubah sesuatu ke arah lebih baik. Secara etimologis, mahasiswa adalah siswa yang di maha-kan manusia, siswa yang dihargai dan dihormati di lingkungan berbangsa dan negara. Secara historis, mahasiswa sudah mencatat berbagai sejarah perubahan baik di Indonesia maupun dunia.
            Sebelum membahas tentang pentingnya peran mahasiswa, ada baiknya penulis memaparkan apa yang dimaksud dari kata “mahasiswa”. Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989) . Mahasiswa menurut Knopfemacher (dalam Suwono, 1978) adalah merupakan insane-insan calon sarjana yang dalam keterlibatannyadengan perguruan tinggi ( yang makin menyatu dengan masyarakat), dididik dan di harapkan menjadi calon-clon intelektual. Menurut Hartono, mahasiswa merupakan masa depan suatu negara, yang memiliki sifat mutlak memajukan bangsa dan sesuai dengan aplikasi ilmu yg dimiliki serta menjadikan sesuatu inovasi menjadi acuan pemikiran sehingga mampu bersaing dengan negara lain sesuai dengan perkembangan zaman.Mahasiswa adalah pelajar yang sedang menuntut ilmu di suatu perguruan tinggi, membawa nama almamater kampus mengikuti dinamika akademik dalam setiap periode dengan sistem semester.
            Mengingat pentingnya mahasiswa di dalam masyarakat dan negara, sudah sepantasnya mahasiswa tidak hanya mementingkan kepentingan pribadi. Daoed Jusuf (1978) mengatakan bahwa tanggung jawab esensial mahasiswa adalah membangkitkan kekuatan penataran individu sebagai dasar yang paling menentukan dari kemampuan berpikir sintetis. Dengan demikian, bahwa mahasiswa pada hakekatnya adalah manusia rapat umum akan tetapi manusia penganalisis. Sebagai manusia penganalisis, mahasiwa bukan hanya sebagai manusia pengejar ijazah tetapi juga sebagai penghasil ide dan juga gagasan. Mahasiswa seharusnya memberi kontribusi lebih kepada negara dan juga masyarakat, bukan hanya sekedar mengkritik tetapi juga harus melakukan kontribusi nyata.
            Dalam era sekarang, peranan mahasiswa mengalami pergeseran tujuan dan nilai. Kini peranan mahasiswa sudah di campur adukkan dengan kepentingan lain, bahkan banyak mahasiswa yang hanya memikirkan studinya tanpa memikirkan kondisi sekitar. Miris memang, tetapi itulah yang sedang terjadi saat ini. Sebelum membuat gerakan perubahan, ada baiknya kita kaji lagi pentingnya peranan mahasiswa bagi bangsa dan negara.
            Pertama, mahasiswa sebagai Iron Stock, berarti mahasiswa yang memiliki ketangguhan idealisme dan berakhlak mulia. Mahasiswa dibutuhkan untuk mengganti generasi sebelumnya, ibarat besi yang mudah berkarat maka diperlukan besi baru untuk menggantikan besi yang sebelumnya. Fungsi mahasiswa di sini adalah sebagai besi pengganti, untuk memnjadi besi pengganti yang tangguh mahasiswa harus memiliki karakter yang kuat. Kedua, mahasiswa sebagai agen perubahan atau lebih tepatnya pencetus perubahan. Dengan kondisi negara yang carut marut, hanya mahasiswa yang diharapkan dapat membawa perubahan bagi bangsa dan negara tanpa di boncengi kepentingan lain. Bukan hanya sekedar berorasi di demo-demo, tetapi harus terjun langsung untuk menciptakan perubahan. Ketiga, mahasiswa sebagai kontrol sosial. Mahasiswa yang memiliki gagasan ilmu dituntut untuk menjaga norma dan juga memperbaiki apa yang salah di masyarakat. Sebagaimana yang kita tahu kondisi moral bangsa sudah tidak dapat dikatakan benar, masuknya Indonesia ke jajaran negara-negara yang mempunyai rekor korupsi terbanyak menjadi bukti nyata bobroknya moral bangsa ini. Untuk itu diperlukan jiwa sosial yang tinggi untuk membela hak-hak rakyat, dan mengembalikan apa yang seharusnya menjadi milik rakyat. Keempat, mahasiswa sebagai kekuatan moral. Mahasiswa wajib jadi teladan dan memberikan contoh yang baik bagi masyarakat, hal ini mutlak bagi mahasiswa.
            Mengaitkan dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, pengabdian mahasiswa kepada masyarakat tercantum jelas di visi perguruan tinggi yang dimuat dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi. Dapat dinyatakan pula bahwa Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah salah satu tanggung jawab yang harus di topang penuh oleh seluruh mahasiswa. Menurut undang – undang tentang pendidikan tinggi, pengabdian kepada masyarakat adalah kegiatan sivitas akademika yang memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memajukan kesejahteraan masyarakat dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
             Sudah saatnya mahasiswa melakukan perubahan besar-besaran, baik dalam pola berpikir maupun tindakan. Tidak cukup dengan hanya sadar akan peranannya, tetapi mahasiswa harus aktif berperan bagi bangsa dan negara. Untuk mengoptimalisasi perannya, mahasiswa harus melakukan pembentukan karakter. Pembentukan karakter pada mahasiswa dapat dilakukan di perguruan tinggi, karena perguruan tinggi merupakan tempat yang paling strategis dalam pembentukan karakter mahasiswa. Metode pembentukan karakter di perguruan tinggi sudah di galakkan sejak tahun 1780 di The Constitution of the Commonwealth of Massachusett, konstitusi tertua ini memuat tujuan institusi pendidikan sebagai institusi publik ini yaitu mendukung dan menanamkan prinsip-prinsip kemanusiaan, kejujuran, pemurah, membantu orang miskin, kerja keras dan hemat, kejujuran dan tepat waktu, kebenaran, humor yang baik dan memiliki afeksi sosial dan perasaan yang halus terhadap semua orang.
            Menurut Barber (Creighton, 2009) pada abad ke-18 dan ke-19, semua institusi pendidikan baik yang sekuler maupun religius, swasta maupun milik pemerintah bahkan menjadi bagian yang  penting dalam membentuk warga negara yang kompeten dan bertanggung jawab. Hanya saja, sekitar tahun 1940 dan 1950 pendidikan moral, yang telah menjadi bagian integral dari sekolah publik di masa awal berdirinya Amerika, mulai mengalami erosi karena pendidik lebih memprioritaskan pengajaran akademis dibandingkan moral. Hal ini berlanjut pada tahun 1960an dan 1970an ketika pergerakan pendidikan menempatkan domain moral menjadi bagian dari sejarah (Millon, dalam Creighton 2009). Kebangkitan atau mulai didengungkannya kembali pendidikan moral terjadi pada awal abad 21 ketika sekolah kembali kepada misi aslinya yaitu membantu siswa mencapai moral dan
membentuk kebiasaan baik yang bermanfaat untuk mencapai kesuksesan hidup (Ryan,  dalam Creighton 2009). Syukri (2009) menyatakan dunia perguruan tinggi  merupakan tempat menyemai, mendidik dan  melatih mahasiswa agar menjadi mahasiswa yang memiliki daya nalar tinggi, analisis tajam dan luas.
            Pemerintah Indonesia melalui kebijakan nasional pembangunan karakter bangsa, menekankan perlunya pendidikan karakter bagi bangsa dengan beberapa alasan yaitu adanya disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila, keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila, bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa, ancaman disintegrasi bangsa dan melemahnya kemandirian bangsa (Buku Induk Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025, dalam Siswanto 2011). Dalam kaitannya dengan pembentukan karakter di perguruan tinggi, Peraturan Pemerintah no 17 tahun 2010 pasal 84 ayat 2, menyebutkan bahwa perguruan tinggi memiliki tujuan membentuk insan yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur, sehat, berilmu dan cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, dan berjiwa wirausaha, serta toleran, peka sosial dan lingkungan, demokratis dan bertanggung jawab. Dari peraturan pemerintah di atas sudah sangat jelas bahwa pemerintah secara konkrit mendukung metode pembentukan karakter di perguruan tinggi.
            Ada banyak teori tentang pembentukan karakter, salah satunya adalah teori kode warna manusia yang dicetuskan oleh Taylor Hartman, Phd. Hartman membagi karakter manusia berdasarkan motifnya. Motif inilah yang yang membedakan orang satu dengan lainnya. Hartman membaginya menjadi empat motif utama, yaitu : kekuasaan, keintiman, kesenangan, dan kedamaian. Dalam bukunya yang berjudul The Color Code, motif kekuasaan dilambangkan dengan warna merah, keintiman dengan biru, kedamaian dengan putih, dan kesenangan dengan warna kuning. Stephen Covey melalui bukunya 7 Kebiasaan Manusia Yang Sangat Efektif, menyimpulkan bahwa sebenarnya ada tiga teori utama yang mendasarinya, yaitu determinisme genetis, determinisme psikis, dan determinisme lingkungan. Determinisme genetis menekankan bahwa seseorang memiliki suatu karakter karena gen, berbeda lagi dengan determinisme psikis yang menyatakan seseorang memiliki suatu karakter adalah hasil dari didikan orangtuanya. Senada dengan determinisme psikis, determinisme lingkungan mengatakan bahwa seseorang memiliki suatu karakter karena terpengaruh lingkungan sekitar.
            Menurut Stephen Covey, kesemua teori pembentukan karakter tadi didasari oleh hukum Aksi dan Reaksi atau hukum Stimulus dan Respon, bisa juga disebut sebagai hukum Rangsangan dan Respon. Seseorang bertindak seperti ini karena ada stimulus atau rangsangan dari luar diri, itulah faktor yang membentuk jati diri.
            Dari teori yang sudah penulis paparkan sebelumnya, perguruan tinggi harus menjadi lingkungan dan pendidik yang merangsang mahasiswa untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Maka dari itu di beberapa universitas diterapkan mata kuliah pembentukan kepribadian, tidak cukup dengan mata kuliah saja tetapi mahasiwa harus mengikuti organisasi agar mampu menjadi manusia yang berkarakter kuat. Pencapaian intelektualitas dan nilai-nilai akademik harus dibarengi dengan penanaman moral dan akhlak yang bagus. Kemampuan manajerial dan sosial mahasiswa harus disertai dengan sifat-sifat jujur, ikhlas, orientasi pengabdian, dan rendah hati. Ini ditujukan agar mahasiswa tak hanya pintar secara intelektual dan sosial, namun juga memiliki integritas moral yang bagus, serta mempunyai empati dan solidaritas yang tinggi terhadap lingkungan sekelilingnya.
            Setelah mahasiswa di bentuk karakternya, maka mahasiswa sudah mampu meningkatkan perannya dan siap menghadapi globalisasi. Beberapa karakter yang harus mahasiswa miliki untuk mencapai perannya adalah kepemimpinan, kemandirian, dan tanggung jawab. Ketiga karakter ini sangat dibutuhkan untuk menghadapi globalisasi.
            Pertama kepemimpinan, banyak literatur yang menjelaskan mengenai kepemimpinan. Salah satunya adalah sebuah keputusan yang merupakan hasil proses perubahan karakter atau transformasi internal dalam diri seseorang. Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang perubahan dalam diri seseorang. Day (2001) membuat perbedaan antara pengembangan kepemimpinan dan pemimpin yang efektif. Pengembang leadership ciri khasnya difokuskan pada kemampuan dasar individu dan ketrampilan, dan kemampuan dengan peran-peran leadership secara formal yang dibutuhkan untuk membentuk model diri yang mempunyai karakter agar tercipta perkembangan identitas dan sikap yang sehat. Pengembangan kepemimpinan kemudian membuat individu untuk berpenampilan secara efektif dalam berbagai peran.          Kedua, kemandirian. Tidak hanya butuh kepemimpinan tetapi  kemandirian juga merupakan aspek penting yang harus mahasiswa miliki, dengan kemandirian yang dimiliki mahasiswa jadi lebih berani dan juga tangguh. Ketiga, tanggung jawab. Tanggung jawab adalah menerima segala sesuatu dari sebuah perbuatan yang salah baik itu disengaja maupun tidak disengaja. Tanggung jawab berupa perwujudan kesadaran akan kewajiban menerima dan menyelesaikan semua masalah yang telah di lakukan. Tanggung jawab juga merupakan suatu  pengabdian dan pengorbanan. Ada banyak cara untuk menumbuhkan tanggung jawab pada mahasiwa, salah satunya melalui tugas dan juga organisasi serta kepanitiaan.
            Ketiga karakter esensial tersebut bergabung menjadi satu kesatuan mahasiswa yang mampu bersaing di pasar global, jika ketiga karakter ini dimiliki mahasiswa Indonesia maka sudah dapat di pastikan Indonesia akan menjadi negara yang mampu berkompetensi di global. Tidak hanya sebagai pemain pelengkap, tetapi Indonesia dapat menjadi pemain inti di pasar bebas. Tentunya hal ini akan berhasil jika didukung dengan infrastruktur yang memadai.
            Sekarang tugas mahasiswa adalah membentuk dan menanamkan serta menumbuhkan ketiga karakter tersebut dan juga karakter pendukung seperti berpikir kritis dan jujur karena Indonesia butuh bantuan mahasiswa untuk bergerak maju. Mustahil rasanya bila Indonesia hanya mengandalkan pejabat pemerintahan untuk bergerak maju. Selain membentuk karakter, mahasiswa harus mengoptimalkan kreatifitas dalam berinovasi agar mampu bertahan di persaingan dalam globalisasi.
            Seperti yang kita tahu Indonesia pernah gagal dalam globalisasi, kegagalan ini berbuah penjajahan Belanda selama 350 tahun di nusantara. Hal ini dikarenakan kurangnya masyarakat berinovasi dan juga kurang kuatnya sistem militer Indonesia pada saat itu. Masyarakat pada saat itu hanya mengandalkan menjual bahan mentah tanpa di olah terlebih dahulu, bahkan sampai sekarang pun Indonesia belum mampu mengolah semua kekayaan sumber daya alam yang ada. Indonesia masih saja menjual barang mentah, kurangnya inovasi para SDM yang Indonesia miliki menjadi pukulan telak bagi Indonesia. SDM masih belum mampu mengolah hasil kekayaan bumi pertiwi karena minimnya teknologi yang ada. Tentu saja Indonesia tidak dapat mengandalkan bantuan negara asing terus menerus alam hal ini, Indonesia harus berinovasi dalam membuat teknologi sendiri. Maka dari itu sangat dibutuhkan peran mahasiswa dalam menghasilkan teknologi baru untuk mengolah sumber daya alam yang ada, sehingga membuat harga produk yang dijual meningkat berkali lipat.
            Lagi-lagi inovasi menjadi keharusan yang dimiliki mahasiswa agar mampu bertahan pada era global saat ini. Untuk menjadi inovatif bukan suatu anugerah yang datang tiba-tiba, namun memerlukan proses yang panjang. Menurut Jusuf Kalla, ada beberapa rangkaian yang ditempuh untuk menghasilkan inovasi yaitu berawal dari ide, kemudian melakukan penelitian baru didapat inovasi. S.D. Darmono menekankan pentingnya inovasi pada sektor industri. Inovasi penting untuk tetap dapat berkompetisi dalam era globalisasi pada sektor industri yang memiliki jenis dan skala usaha yang beragam. Ketika melakukan inovasi, nilai ekonomis suatu inovasi harus diperhitungkan. Tidak peduli seinovatif apapun suatu produk atau layanan, apabila tidak diimbangi dengan nilai ekonomis maka inovasi yang telah dilakukan akan terbuang percuma. Untuk menjadi inovatif dibutuhkan kekereativitasan mahasiswa.
            Kreatif adalah sebuah kata sifat untuk menggambarkan sesuatu yang dari tidak ada menjadi ada, dari bahan mentah menjadi bahan jadi, dari sesuatu yang tidak berbentuk menjadi sesuatu yang indah, atau bahkan dari sesuatu yang tidak terpikirkan orang menjadi sesuatu yang bermanfaat buat orang. Menurut Robert Epstein, seorang penulis buku-buku kreativitas, pendidikan formal adalah salah satu biang keladi pembatas kreativitas manusia sejak dini. Selain itu, masih kuatnya pandangan negatif orangtua terhadap prospek pekerjaan di industri kreatif (misalnya film, sastra, atau desain grafis) juga membuat banyak mahasiswa merasa kemampuan kreatif hanya pantas didalami oleh orang-orang tertentu saja. Padahal, hal itu tidak benar. Seperti yang ditekankan oleh John Houtz, seorang psikolog, kreativitas tidak terbatas pada kreativitas besar (big ‘C’) yang sifatnya mahakarya dan revolusioner, seperti lukisan Da Vinci atau lampu Edison. Ada pula yang namanya kreativitas kecil (litle ‘c’), yaitu kelihaian atau kecerdikan yang dapat kita gunakan untuk memecahkan masalah sehari-hari.
            Houtz juga menekankan bahwa kreativitas bukanlah suatu bakat yang dianugerahkan sejak lahir, melainkan sesuatu yang harus diusahakan dengan kerja keras. Menurutnya, orang-orang kreatif adalah mereka yang memiliki kedisiplinan untuk terus menciptakan ide-ide baru dan ketekunan untuk mewujudkan ide-ide mereka. Agar kreativitas meningkat, individu ditekankan harus rajin mempelajari hal-hal baru. Ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti membaca, berdiskusi, atau bergabung di forum maupun organisasi. Tidak jarang solusi untuk memecahkan suatu masalah terinspirasi dari hal-hal yang baru dipelajari tersebut.
            Ditinjau dari aspek kehidupan manapun, kebutuhan akan kreatifitas sangatlah penting.  Dengan meningkatkan peran dan kreatifitas serta akhlak dan kebaikan moral maka akan terciptanya individu yang mampu untuk berinovasi dan bersaing secara global. Jika semua hal ini dikolaborasikan maka lengkap sudahlah semua aspek yang dibutuhkan mahasiswa untuk menghadapi globalisasi. Dengan siapnya mahasiswa menghadapi persaingan global, maka siap pula lah Indonesia terjun ke pasar global. Sebagai Mahasiswa yang di anggap sebagai calon pemimin bangsa dan sebagai agen perubah, banyak harapan dan saran yang muncul bagi mahasiswa tersebut. Dan diharapkan mahasiswa dapat membawa Indonesia tidak terjerumus ke dalam damak negative era globalisasi ini. Maka dari itu persiapkanlah dirimu sedini mungkin untuk turut serta meramaikan globalisasi, karena Indonesia butuh peran dan kreatifitas mahasiswa untuk menghadapi globalisasi. Karena Indonesia butuh kamu untuk menghadapi pasar global.

Sumber:
Muchlas Samani dan Hariyanto (2011). Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Siswanto, HW. (2011). Pendidikan Karakter: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Implementasinya di Satuan Pendidikan. Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang Kemendiknas.
Stiff-William, HR. (2010). Widening Lens toTeach Character Education Alongside Standart
Curriculum. Abstract. The Clearing House. Vol 83.no 4.pg 115-120.
Syukri. (2009). Peran Pendidikan di Perguruan Tinggi terhadap Perubahan Perilaku Kaum Intelektual (sosial-Individu). Jurnal Ilmiah Kreatif.vol 6 no 1, hal 1-15.
Tim Penyusun, (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke 3 cetakan ke 2. Jakarta: Balai Pustaka


© 2012 Aneuk Dara Template designed by BlogSpot Design - Ngetik Dot Com